Sebuah jet tempur jenis F-16 terbakar setelah gagal lepas landas di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma di Jakarta pada Kamis pagi, 16 April 2015.
Tak ada korban jiwa. Sang pilot, Letnan Kolonel Penerbang Firman Dwi Cahyono, pun selamat dan hanya mengalami luka ringan. Tapi dia tetap dirawat di Rumah Sakit Esnawan Antariksa Lanud Halim Perdanakusuma. Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Agus Supriatna, memastikan kondisi sang pilot baik-baik saja.
Agus Supriatna bahkan memuji pilot Firman Dwi Cahyono yang, menurutnya, telah menyelamatkan banyak nyawa. Soalnya sang pilot dengan cepat memutuskan mengerem dengan kekuatan penuh setelah mengetahui ada masalah pada mesin pesawat. Jika dia tetap melepaslandaskan jet tempur itu, hampir dipastikan tak lama kemudian jatuh di permukiman padat penduduk.
Pesawat itu sesungguhnya adalah satu dari 24 jet tempur jenis F-16 hasil hibah dari Amerika Serikat berdasar kontrak yang diteken dengan pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2012. TNI Angkatan Udara bakal menerima enam pesawat. Dua unit sudah tiba di Indonesia, dan satu di antaranya yang terbakar di Lanud Halim Perdanakusuma itu.
Pemerintah Amerika Serikat menghibahkan kepada Indonesia karena pesawat buatan tahun 1980 itu bekas dipakai untuk perang di Irak. Namun pesawat itu tak bekas-bekas amat. Soalnya Amerika telah meningkatkan kapasitas (upgrade) pesawat itu yang disesuaikan dengan persenjataan terkini. Pemerintah Indonesia mengeluarkan dana 400 juta dolar Amerika Serikat untuk peningkatan kapasitas itu.
Pada pokoknya, pesawat tempur sergap yang tergolong paling canggih di zamannya itu sudah dimutakhirkan. Meski tidak seperti pesawat tempur generasi terbaru, tetapi teknologi dan persenjataannya telah disesuaikan dengan perkembangan terkini.
Agus Supriatna mengaku tak menyangka pesawat tipe F-16 mengalami insiden seperti itu. Soalnya sepengetahuan dia sebagai penerbang F-16 sejak tahun 1990, insiden serupa itu tak pernah terjadi. “Ini insiden yang baru terjadi.”
Dia pun memastikan bahwa F-16 yang celaka itu dalam kondisi layak pakai. Modifikasi atau peningkatan kapasitas diklaim sudah memenuhi standar keamanan. Dia juga menepis kabar bahwa suku cadang untuk pesawat bekas itu ilegal.
Agus Supriatna hanya menyesalkan keputusan pemerintah Indonesia yang lebih memilih pesawat bekas -meski telah dimutakhirkan- ketimbang jet tempur baru. Menurutnya, insiden itu adalah pelajaran berharga bagi TNI. Upaya modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) ialah sebuah keniscayaan namun penggunaan peralatan bekas tetap saja berisiko. “Jadi kalau beli pesawat lebih baik yang baru," katanya.
0 komentar:
Post a Comment